Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka


Last update: Oct 2018

Banyak masyarakat bingung tentang kehadiran produk fitofarmaka bernama Stimuno yang berisi ekstrak meniran yang  dikabarkan bisa merusak ginjal. Juga beredar berita bahwa produk Echinacea seperti dalam produk Imboost tidak ada khasiatnya.

Echinacea kandungan zat aktifnya yang mempunyai efek farmakologis adalah polisakarida aktif yang mempunyai struktur antigen sehingga bisa berikatan dengan epitop antibodi membentuk kompleks imun. Dengan adanya ikatan ini sifatnya lebih kepada imunostimulan yaitu memicu sistem pertahanan tubuh.

Untuk meniran, sebenarnya ada 2 tanaman yaitu species Phyllantus niruri dan Phyllanthus urinaria. Secara umum perbedaan antara Phyllantus niruri dan Phyllantus urinaria terletak pada warna batangnya. Phyllantus niruri memiliki batangnya berwarna putih sedangkan Phyllantus urinaria batangnya berwarna merah.

Keduanya memang mempunyai sifat diuresis yaitu sifat mengeluarkan air kencing, dan tentu proses ini berhubungan erat dengan kerja ginjal. Ya memang demikian, sebelum di-klaim sebagai imunomodulator meniran telah dikenal sebagai obat yang bikin kencing.

Bagaimana dengan sifat diuresis tersebut? Pada dosis tertentu ternyata mempunyai efek imunostimulan, (baca artikel:  Stimuno Untuk Kekebalan Tubuh) dan pada kadar tertentu juga bersifat diuresis. Si batang merah ini sifat diuresisnya lebih kuat dibanding P. niruri. Bagaimana dengan penderita ginjal? Berikut komentar bapak Didik Gunawan, Dosen Farmasi UGM (sekarang sudah almarhum):

“Sebagai penderita gagal ginjal, kemampuan tubuh untuk pembentukan Hb terhenti, sehingga kadar Hb saya setiap waktu cenderung turun dan tiap 6 bulan sekali butuh transfusi darah.
Dari berbagai hasil penelitian dilaporkan bahwa herba meniran (Phyllanthus niruri) memiliki kemampuan meningkatkan kadar Hb dalam darah, dan setelah saya coba mengkonsumsi infusa herba meniran dalam waktu 2 bulan, ternyata potensi itu memang terbukti bisa meningkatkan kadar Hb dalam darah.
Dari hasil penelitian pula dilaporkan bahwa meniran berfungsi membantu aktivitas kerja hormon pembentuk Hb (alfa atau beta Haemapoeitin : yang hormon ini tidak lagi diproduksi oleh ginjal yang rusak).
Sejak itu selama 2 tahun terakhir, saya tidak lagi pernah transfusi darah, dan Hb saya stabil antara 8,5 – 9,5 (kadar normal orang sehat = 12).
Transfusi disarankan kalau kadar Hb turun sampai 7 ke bawah.
Semoga informasi ini bisa dimanfaatkan para penderita gagal ginjal yang lain. “

Apakah fitofarmaka?

Stimuno telah mendapatkan sertifikat Fitofarmaka oleh BPOM. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standardisasi. Uji klinis yaitu uji yang dilakukan terhadap manusia, sedangkan OHT baru uji praklinik saja yaitu pada hewan percobaan. (Baca: Clinical Research)

Apakah Obat Herbal Terstandar (OHT)?

Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Mungkin Anda ingat iklan Tolak Angin yang dibintangi oleh dr. Laula Kamal yang dikatakan telah di uji pra-klinik di laboratorium beberapa universitas. Tentang pembagian jamu, OHT, dan fitofarmaka (baca : KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA – dari BPOM).

Apa makna dengan diberikannya grade fitofarmaka pada Stimuno?

Tentu grade-nya naik, golongan fitofarmaka telah mampu disejajarkan dengan obat modern dan dokter bisa meresepkan produk fitofarmaka kepada pasien. Jika ada produk serupa, misal perusahaan X yang sama-sama membuat obat serupa dengan kandungan sama-sama meniran 50 mg, apakah boleh mencantumkan fitofarmaka dalam kemasannya?

Jawabnya tentu tidak bisa. Walau bahannya sama tentu formulasinya berbeda. Formulasi yaitu rangkaian dari formula (zat berkhasiat), bahan tambahan, kadar, dan proses produksi. Jika formulasi berbeda maka dalam melepaskan zat berkhasiat juga berbeda. Kesatuan formulasi produk akhir juga harus diuji, ini karena ada bahan yang dalam bentuk tunggal, keduanya aman dan berkhasiat, namun ketika digabung malah menghasilkan efek yang merugikan, contohnya adalah pecampuran meniran dan jinten hitam (habatus saudah).

Meniran (Phyllanthus niruri) berkhasiat sebagai imunostimulan dan bersifat tidak toksik. Jinten hitam (Nigella sativa) berkhasiat imunostimulan, juga tidak toksik. Namun, jangan mencampur kedua bahan ini karena campuran meniran dan jinten hitam bisa menyebabkan hepatotoksik (toksik pada hati). Mengapa? Sehingga, pengujian toksisitas seharusnya dilakukan pada produk akhir.

Apalagi untuk obat herbal, lebih banyak variasinya. Walau sama-sama meniran, namun sistem penanaman berbeda, asal tanaman berbeda (satu di dataran tinggi, satu lagi di dataran rendah), musim kemarau dan musim hujan, spesies berbeda walau genusnya sama (Echinacea purpurea, Echinacea angustifolia, dan Echinacea pallida) tentu kandungan metabolit juga berbeda, dan bisa berbeda pula efek yang dihasilkan.

Jadi oleh perusahaan X tersebut tidak boleh mencantumkan label Fitofarmaka karena perusahaan X tidak tahu produknya diformulasi sama tidak dengan Stimuno, juga bagaimana respon kliniknya juga belum diteliti, walau sama-sama mengandung bahan yang sama, yaitu meniran.

Good Agriculture Practise (GAP)

Oleh karena bayak variabel yang berbeda dalam herbal walau sama-sama tanamannya maka dikembangkan GAP. Yaitu upaya untuk standardisasi dimulai sejak budi daya. Hal ini dimaksudkan supaya diperoleh keterulangan yang sama antarproduk yang dibuat. Ini dianalogikan dengan proses pembuatan obat sintetis yaitu dari proses bahan baku, proses produksi, uji kestabilan, uji kualitas semua ada SOP-nya (prosedur tetap/protap).

Apa beda OHT dan fitofarmaka?

Fitofarmaka, masih banyak orang yang asing dengan istilah ini. Jumlah fitofarmaka di Indonesia hingga tahu 2011 hanya ada 5 yaitu Stimuno (Dexa Medica), X-Gra (Phapros), Tensigard (Phapros), Rheumaneer (Nyonya mener), dan Nodiar (Kimia Farma). (Baca : Fitofarmaka di Indonesia). Sedangkan OHT mencapai 17 dan golongan jamu mencapai ribuan.

Mengapa Fitofarmaka jumlahnya sedikit sekali, padahal kekayaan hayati Indonesia sangat besar?

Alasan klasik yaitu masalah waktu dan biaya. Untuk menuju grade fitofarmaka diperlukan dana milyaran hingga triliunan dan waktu bisa lima sampai belasan tahun. Selain kedua alasan di atas, sebenarnya ada satu alasan lagi mengapa para produsen “belum mau” mengangkat produknya menuju ke fitofarmaka. Yaitu belum populernya fitofarmaka dan masyarakat belum paham makna penggolongan grade-grade tersebut.

Contoh, Anda tahu  Tolak Angin? Pada awalnya  produk ini adalah Jamu, namun sekarang sudah OHT. Bagi konsumen, jelas dengan kenaikan grade ini semakin meningkatkan kepercayaan, obat ini telah melalui proses standardisasi sehingga lebih terjamin produknya. Masyarakat kita baru sampai tahap ini saja, bisa membedakan Jamu dan OHT, namun belum sampai ke fitofarmaka.

Jadi masyarakat belum tahu apa makna label Fitofarmaka di suatu produk

Jika Apoteker menyuguhkan dua produk: Stimuno dan produk X yang juga mengandung meniran, malah ada tambahan Echinacea dan Zn, Vitamin C, dengan harga lebih murah, juga kemasan yang lebih menarik; masyarakat akan cenderung memilih produk X tersebut.

Di sini yang jadi titik kritis, walau bisa dikatakan produk X lebih “pepak/komplit” tapi ini belum diuji formulasinya ke klinik (manusia/pasien), jadi kita belum tahu bagaimana satu-kesatuan tersebut (formulasi) efeknya pada manusia. Walau sudah di-claim masing-masing bahan oleh jurnal-jurnal ilmiah. Terus timbul pertanyaan, apakah dengan label Fitofarmaka lantas obat jadi tambah manjur? Tentu tidak, cuma khasiat dari satu-kesatuan (formulasi) produk tersebut telah teruji dan dibuktikan secara klinik/ilmiah.

Bagaimana dari sisi produsen mengapa tidak mengangkat lagi produk OHT-nya ke arah fitofarmaka?

Jawabnya: Mungkin jawabannya “Jangan dulu. Dalihnya, masyarakat saat ini pahamnya OHT lebih tinggi dari Jamu dan belum kenal dengan fitofarmaka. Lalu buat apa saya repot-repot mengangkat ke fitofarmaka dengan biaya dan waktu yang lama, namun tidak menambah revenue dari modal tersebut. OHT saja sudah cukup menaikkan pamor, sudah bisa menghasilkan revenue dalam jumlah besar, jadi nanti saja ke fitofarmaka-nya”. Ini adalah salah satu kendala fitofarmaka untuk berkembang luas dan berhenti di OHT saja.

Lagi pula, tidak ada jaminan bahwa dengan fitofarmaka lantas penjualan akan terus meningkat dan menjadi block-buster? Buktinya Stimuno bukan “revenue center” utama dari Dexa Medica. Dengan membuat fitofarmaka, lebih mengarah ke PENCITRAAN. “Oh, disana udah berhasil fitofarmaka …”. Dan ini mengakat nama pabrik secara keseluruhan (Brand corporate awareness).

Masalah lain obat herbal

Pertama, terlalu bombastis

Masih ingat dalam ingatan ketika minyak VCO atau buah merah yang di-klaim bisa mengobati penyakit A, B, C, … sampai Z. Dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya pun bertanya: mana buktinya, mana penelitiannya? Ya perlu dipahami bahwa para tenaga kesehatan kita perlu bukti untuk bisa percaya terhadap klaim yang sering disematkan pada obat herbal.

Oleh karena itu, pemerintah sekarang dengan sangat gencar menggarap program “Saintifikasi Jamu”. Saya ambil contoh: ada suatu sediaan JAMU, dalam kemasan menyebut : berkhasiat untuk mengobati penyakit HEPATITIS A. Ini tidak boleh. Boleh disebutkan jika tertulis : JAMU X untuk mendukung terapi penyakit Hepatitis A. Jadi bukan JAMU X yang menyembuhkan, hanya sebagai terapi suportif dalam penyembuhan suatu penyakit.

Kedua, yaitu tentang efek kerja herbal

Obat herbal bekerja tidak “ces-pleng/joss” seperti obat sintetis, obat herbal perlu waktu (onset) lebih lama karena model aksi kerjanya juga berbeda. Jadi, jika Anda menemui JAMU untuk asam urat, namun bisa menyembuhkan rasa sakit dalam waktu kurang dari satu jam, justru Anda patut curiga.

JAMU tersebut kemungkinan besar dicampur dengan dexamethason, obat sintetik yang memang “ces-pleng” untuk menghilangkan pegal-pegal. Namun pemakaian dexamethason dalam jumlah besar dan lama sangatlah berbahaya bagi tubuh karena efek sampingnya yang besar.

Jadi obat herbal lebih tepat digunakan untuk penyakit metabolisme seperti diabetes mellitus, asam urat, kolesterol, kanker, dsb.

Rheumaner (obat herbal-fitofarmaka) memang potensinya lebih rendah dibanding Indometasin (obat sintetik). Tapi tentu efeknya akan berbeda, karena farmakologi molekulernya juga berbeda. Indometacin melalui aksi penghambatan COX saja, sedangkan Rheumaner karena dari tanaman maka kandungan zat aktifnya banyak dan punya aksi farmakologis sendiri-sendiri dan saling mendukung satu sama lain, kerjanya sinergis.

Lalu apakah obat herbal selalu aman dan tidak ada efek samping? Jawababnnya tidak, obat herbal pun memiliki efek samping. Contohnya sebagai berikut:

  • Datura metel (kecubung) yang digunakan untuk obat asma, kalau berlebihan bisa membuat mabuk karena kandungan alkaloid bisa berperilaku seperti atropine.
  • Mahkota dewa, yang dijadikan obat adalah daging buahnya, namun jika biji kulit ikut tercampur bisa mengakibatkan pusing, mual, dan muntah.
  • Cabe jawa, bisa menyababkan keguguran pada ibu-ibu di awal kehamilan.
  • Symphytum comfrey bisa membuat hepatotoksik (kerusakan hepar/hati).

Apakah obat herbal harus lari sampai ke isolat (penemuan senyawa aktif) atau cukup ekstrak saja?

Sebelumnya saya ambil contoh ini. Tanaman tapak dara mempunyai kandungan zat aktif vincristine dan vinblastine. Kedua senyawa telah mampu diisolasi menjadi senyawa tunggal dan banyak digunakan pada terapi kanker. Dalam kasus seperti ini tepat, zat aktif diisolasi karena dalam penyakit kanker perlu dosis tertentu dan tepat, jika digunakan ekstrak maka berapa kg ekstrak yang dibutuhkan untuk bisa berkhasiat.

Lain lagi cerita dengan doxorubicin. Senyawa ini dihasilkan oleh sejenis jamur. Doxorubicin merupakan alkaloid yang juga digunakan pada penyakit kanker, namun ketika Anda minum obat ini maka efek samping yang tidak diinginkan yaitu rambut rontok dan sumsum tulang kering. Ternyata efek doxorubicin tidak hanya bekerja membunuh sel kanker, tapi juga membunuh sel yang lain.

Contoh lain yaitu tanaman yang diteliti oleh salah satu profesor di Fakultas Farmasi UGM yaitu Piper cubeba (kemukus). Khasiatnya yaitu sebagai trachea-spasmolitik. Tanaman diuji dengan bioassay guided maksudnya: dari ekstrak kental misal ekstrak etanol, lalu difraksinasi dengan pelarut nonpolar sampai polar, lalu masing-masing fraksi diujikan farmakolgis pada hewan atau sel. Dari uji farmakologis, ketemu fraksi mana yang berkhasiat lalu dilanjutkan isolasi preparatif untuk menuju senyawa tunggal.

Contoh lain pada Orthosipon (kumis kucing) untuk penderita batu ginjal. Kadungan utamnya yaitu chromen yang sudah terbukti berkhasiat sebagai diuresis; flavonoid yang bisa menghancurkan batu ginjal; dan garam kalium yang juga sebagai diuresis. Jika ekstrak difraksi terus diambil hanya chromen saja, maka efek ke penyembuhan batu ginjal bisa turun karena ketiganya bekerja secara sinergis.

Senyawa marker, apakah itu?

Merupakan senyawa penanda, yang hanya ada pada tanaman tersebut.  Contoh pada temulawak, senyawa markernya adalah xantorizol, pada purwoceng yaitu germacron. Marker mempunyai 2 tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis dan analisis.

Purwoceng markernya adalah germacron, senyawa ini hanya ditemukan di purwoceng, tapi dia bukan zat aktifnya, zat aktifnya adalah stigmasterol. Tapi stigmasterol juga ditemukan di cabe jawa. Oleh karena itu sering ditemukan adanya pemalsuan purwoceng yang dicampur dengan cabe jawa, karena harga purwoceng jauh lebih mahal. Ketika yang diuji stigmasterolnya maka tidak terlihat bedanya karena cabe jawa memang ada zat yang sama. Jadi marker berperan sebagai identitas ekstrak. Jadi yang perlu dianalisis adalah germacron-nya.

 

Note: Artikel ini ditulis berasal dari disuksi dengan saudara Puguh Novi Arsito, seorang Apoteker dari minat Farmasi Bahan Alam. Ini adalah pertama kalinya, UGM meluluskan sarjana farmasi minat bahan alam, untuk bertugas mengolah kekayaan hayati berkhasiat obat yang ada di Indonesia (misi fakultas).

image source: http://www.asn.leeds.ac.uk/main.gif

Recommended post:

54 thoughts on “Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka

  1. saya mau bertanya, mengenai produk fitofarmaka sendiri misal tensigard yang berpotensi mengurangi tekanan darah dengan kandungan ekstrak apii herba dan ekstrak orthosiponis. Kandungan apa / senyawa berkhasiat dalam ekstrak apii herba / orthosiponis tersebut yang berfungsi menurunkan tekanan darah tersebut ? Kira2 darimana saya bisa mendapatkan informasi tersebut ? Terima kasih

  2. berkaitan dengan pengembangan fitofarmaka, apa ada pedoman terbaru tentang tatacara pelaksanaan uji praklinik..misalnya uji toksisitas, yang dikeluarkan dari BPOM? terimakasih pak, mohon penjelasanya

  3. pak bisa kasih contoh sediaan atau obat sediaan jamu,fitofarmaka dan obat herbal bestrandar (OHT)..makasih sebelumnya pak.

  4. Pendekatan silver bullet memang mendominasi riset obat selama 200 tahun terakhir… Sementara herbal medicine saat ini masih banyak tantangan terutama karena kompleksitasnya. Alkaloid vinca yang diisolasi dr tapak dara, memang berkhasiat antikanker, tetapi juga resisten muncul dgn cepat karena cenderung isolat dr tanaman memang demikian. Allochemicals dr tapak dara pasti ada masksudnya (secara teori evolusi) dan skrg mulai bergerak penelitian untuk menggunakan alkaloid vinca sebagai ekstrak, bukan isolat, karena diduga akan mampu mencounter resistensi.

    Hal ini sudah ditunjukkan oleh misalnya penggunaan ekstrak artemisin yang lebih baik dibandingkan dengan isolat murni artemisin. Lagi lagi bukti yang bisa diterima oleh banyak ilmuwan saat ini katanya masih kurang karena untuk mengelusidasi mekanisme aksi suatu ekstrak sangat susah, dan tanpa itu maka penerimaan pun akan susah.

    Semoga pendekatan -omics akan membawa titik cerahdalam penggunaan phytocomplexes dalam tahun tahun mendatang… 🙂

    Salam

  5. thx be4,,
    saya dari farmasi 09,, saya bisa minta literatur tentang tumbuhan yang digunakan untuk obat hipertensi (tepatnya menghambat enzim Angiotensi 1)? atau tumbuhan apa saja yang umum digunakan untuk antihipertensi?
    Terima kasih..

  6. Dear pak Moko,

    Saya salah satu penderita Rhinitis Alergi, kadang mengkonsumsi Dexamethasone 0.5 mg (2x perhari) untuk meringankan gejalanya.

    Saya ingin merubah kebiasaansaya dengan mengkonsumsi bahan herbal. Adakah bahan herbal nusantara yang berguna sebagai decongestan?

    O ya, Saya sudah mencoba kapsul brotowali, kapsul sambiloto, dan kapsul minyak habbatussauda (kadang ditambah madu 1 sendok makan). Apakah AMAN pak? Tidak ada efek samping?
    Karena saya agak ngeri baca artikel bapak diatas katanya berbahaya menyatukan habbatus sauda dengan meniran, karena bisa menimbulkan toksik hati.

  7. Diatas disebutkan berbahaya menyatukan habbatus sauda dengan meniran, karena bisa menimbulkan toksik hati. Bisa tahu ga herbal2 lainnya yg justru berbahaya bila dicampur. Syukur2 dibikin artikel. Thanks!

    1. Ternyata sudah ada artikelnya disini ya .

      Sekalian mau tanya, selain dengan Meniran, herbal apa saja yang tidak boleh dikonsumsi berbarengan dengan habbatussauda? Saya pernah mengkonsumsinya berbarengan dengan kapsul herbal Sambiloto dan kadang dengan Brotowali, untuk mengatasi Rhinitis Alergi saya.

      Terimakasih atas perhatiannya.

  8. trimakasih atas infonya
    sangat bermanfaat.
    pak saya mau tanya,
    isolasi dr bhn alam kan memang susah2 gmpng..
    yg mau sy tnyakan,
    gmn cr mnjga kestabilan bhn slma isolasi?
    trimakasih sblmnya

  9. saya dari apoteker ubaya,
    Sebelumnya trimakasih pak tulisannya sangat membantu saya menyelesaikan tgs.
    saya mau tanya sebenarnya apa sih keuntungan dari fitofarmaka itu sendiri jika dibandingkan dengan obat sintetis ataupun OHT?
    trimakasih atas infonya

  10. pak,,,salam kenal,,,sy mhsswa farmasi unhas.
    Boleh sy minta ebook yang berhubungan dengan senyawa marker sm isolasi senyawa ga’ pak??? makasih sblmnya…

  11. Pak,,sy dr farmasi Unhas, boleh sy minta literatur ttg senyawa marker dan isolasinya ga’?
    Sy lg btuh banget buat bahan skripsi…Makasih sebelumya

  12. saya s2 herbal estetika dari s1 komunikasi, tulisan bapak ini sangat jelas dan mudah dibaca. sangat membantu saya yang masih tergolong awam. terimakasih pak 🙂
    kalau boleh, bahan-bahan bacaannya di upload, pak. supaya saya nambah lagi ilmunya 🙂
    saya ijin save ya pak, untuk dibaca-baca lagi.

  13. artikel nya bagus bisa membantu saya dalam mengerjakan tudas farmakognosi tapi kalau bisa di cantumin juga contoh OT,OBT,dan FITO yang aman dan tdk aman di konsumi…thanks

  14. Anak saya dena DB Trhombositnya 156.000 Ama dokternya dikasih resep Fixef 100mg 2×1 dan Cholescor Caps 3×1 sehari selama 3 hari.
    benarkah Cholescor dapat meningkatkan Thrombosit?

  15. tulisan bapak udah bgus dpt membantu kita yg lagi kuliah S1 farmasi & apoteker, klau bisa disertai contoh produkt OHB, Fitofarmaka yg lagi beredar di pasaran,tx. nelci mahasiswa UIT fakultas farmasi makassar

  16. ada yg mau saya tanyakan neh, saya sedang hamil muda tetapi awalnya saya merasa kembung,mual dan demam serta saya tidak tau kalau sedang hamil muda kemudian saya minum obat herbal penolak masuk angin 1x sehari selama 3hr. Tetapi baru saya tau kalau obat tersebut tidak dianjurkan utk ibu hamil. Apakah ada efek samping obat tersebut pada kehamilan saya? Terima kasih.

  17. ada kowwww kumpulan buku-buku yang menjelaskan secara khusus tentang tanaman, nama latin, dan kandungan minyak yang ada didalam tumbuhan tersebut…… b da mau cari tugas nich…kalo On the ada na biar suwwwwwww…. b orang kupang

  18. Dear Moko,

    Kalau list produk yang termasuk Obat Herbal Terstandar & Fitofarmaka yang terbaru, lihat dimana ya??

    thanx

  19. izin save ya..waah manfaat bgt ni, ada apotekerrnya langsung..
    insyaAllah saya juga calon apoteker..
    harus tetap semangat!
    bagi2 ilmunya dunk pak..

  20. kenapa industri kliatannya males mengembangkan fitofarmaka??(masih bisa diitung dgn jari fitofarmaka yang beredar saat ini)

  21. apa sey yang ngebedain OHT, fitofarmaka dan jamu jika dilihat dari standarisasi masing-masing produk tersebut. . .

    standarisasi untuk OHT bgmana??
    begitu juga dengan fitofarmaka dan jamu???

    mohon info na y…
    d tunggu balesannya lewat email y mas…
    thanx b4

    1. Jamu:
      Belum ada standardisasi, khasiat belum duktikan, cuma dari katanya2 dan turun temurun

      OHT
      – standardisasi ekstrak: penetapan kadar zat aktif yang bertanggung jawab thdp aktivtas, misal pada seledri yg enjadi marker adaalah apigeninnya,
      parameter nonspesifik: kadar air, kdar abu total dan abu tak larut asam,
      parameter spesifik: organoleptik, kadar komonen terlarut air dan etanol 90%.

      1, Uji toksisitas pada hewan: ketoksikan akut dan kronis
      2. Uji khasiat

      Fitofarmaka
      – standardisasi ekstrak (sda)
      – uji preklinik pada hewan: Uji toksisitas, Uji eksperimental pada hewan
      – Uji klinik fitofarmaka pada manusia dengan tahapan :
      a. Pada manusia sehat
      b. Pada manusia dengan penyakit terkait

      Sekian dulu, semoga membantu

      Sarmoko

  22. mas blh taw penggolongan obat herbal terstandar beserta macam2nya?
    mohon infonya ya mas….
    mohon di bls ke email sy ya
    trmakasi banyak mas

  23. Saya mau tanya, apakah memang benar ada hubungannya pada penderita demam berdarah kadar trombosit-nya bisa naik jika minum cholescor?

  24. ada ga penelitian praklinis untuk VCO sebagai pengobatan AIDS? blh minta literaturnya?

  25. thx be4,,
    saya dari farmasi UI 05,, saya bisa minta literatur tentang macam2jenis sediaan herbal gak? tentang jamu, OHT, dan fitofarmaka. saya sgt membutuhkan utk bahan skripsi saya.
    thx.

    1. Halo salam kenal. wah maaf, saya carikan dulu di komputer saya. kayaknya ada beberapa e-book ttg gitu2an. semoga bermanfaat. tunggu via emel ya …
      salam buat Santo, dah skripsi belum dia?

  26. dalam keseharian apakah fitofarmaka sering digunakan,dan apakah mungkin jika obat-obat tersebut secara terus menerus kita konsumsi akn berdampak buruk bagi kesehatan

    Saat ini masih belum yang pakai pak. Orang lebih sering milih obat sintetis, ini didukung juga ma dokter2 kita yang mungkin belum banyak meresepkan fitofarmaka. misal Tensigard sebagai antihipertensi, masih kalah pamor ma captopril, amlodipin dll.
    Kalo dipake terus menerus, ini tergantung fitofarmakanya apa dulu pak? Tapi kalo penyakit udah sembuh ya dihentikan ajalah pemakainnya. walo obat dari bahan alam, kalo berlebihan juga gak baik. tapi kalo untuk Tensigard, obat untuk jantung (penyakit degeneratif) yang perlu minum obat selama hidup, mungkin pilihan fitofarmaka kan lebih baik, karena efek samping yang ttidak separah obat sintetik.

    1. saya Farmasi Uhamka 2007,
      boleh saya minta literatur tentang jamu, OHT dan fitofarmaka?? apakah jamu memiliki persetujuan dr BPOM ato hanya dr depkes??? jika iya kriteria atau syarat-syarat jamu secara umum meurut BPOM itu ap? terima kasih

    2. Jamu bisa keluar jika ada izin edar yang dikeluarka oleh BPOM. untuk dinkes belum tahu, tp kyknya srting tumpah tindih dan persaingan, shg tidak romantis deh jadinya…

  27. sudah pernah mendengar produk Cholescor? Terbuat dari monascus purpureus atau angkak. Apakah produk ini termasuk OHT?
    Setahu Idha, begitu banyak perush fa yang sekarang berlomba2 membuat echinaceae, apa mereka juga mengklaim bahwa ini merupakan fitofarmaka?
    Kalau memang obat herbal lebih pada terapi suportif dan cocok untuk penyakit yang terkait dengan metabolisme, pertanyaannya, berarti selain mengkonsumsi obat herbal, kita juga tetap minum obat sintetik atau kimianya donk? Padahal setahu Idha, mengkonsumsi Cholescor tidak boleh bersamaan dengan Atorvastatin?
    Thx b4 u jawabannya

    Iya, cholescor atau Monoscus purpureus Went (red yeast rice) sering digunakan untuk : membantu mengurangi kadar lemak dalam darah.
    Menurut informasi di MIMS, indikasinya adalah “Helps in the maintenance of health & in the reduction of LDL- & total-cholesterol & triglyceride levels in borderline conditions.”
    kalo dilihat indikasinya, memang memiliki aksi serupa dengan Lipitor (Atorvastatin) yang juga nurunin kolestrol.
    Tapi di sini, Cholescor sebagai adjuvan dan suplemen aja, bukan bertindak sebagai obat utama. jadi ya perlu tetap minum obat yang emang bisa nurunin kolestrol, misal lipitor atau golongan statin yang lain.
    pada kemasan Cholescor ada peringatan untuk pasien yang punya: Riwayat penyakit hati, Hamil dan laktasi, dan Nyeri otot atau gejala flu (hentikan penggunaan).
    Kalo interaksi dengan Lipitor, belum saya cek interaksi obat. coba cek di file pdf tentang Lipitor di sini.

    Click to access uspi_lipitor.pdf

    masalah echince, mereka gak bisa nyantumin fitofarmaka. pasling Jamu atau suplemen.

  28. Terim akasih atas tanggapannya. yok mari kita diskusi. stimuno adalah fitofarmaka yang artinya telah melewati uji2 ketat. dimulai dari ekstraksi, uji pre-klinik pada hewan percobaan, uji toksisitas, sampai uji klinis pada manusia.
    kalo metode pengujian imuno stimulan silahkan bca resume disertasi dr Zulkifli dalam artikel:https://moko31.wordpress.com/2009/04/29/stimuno-untuk-kekebalan-tubuh/.

    kalo kita mau periksa kebenarannya, mungkin kalau Mbak/mas mau sakit flu, silahkan di coba aja Stimuno-nya.

Leave a comment