Mengapa rofecoxib ditarik dari pasaran?


Last update: June 25, 2018

VIOXX® (Merck), obat yang disetujui oleh FDA tahun 1999, ternyata harus ditarik disaat umurnya baru 5 tahun, tepatnya tahun 2004. Alasan obat ditarik yaitu obat bisa menyebakan toksisitas jantung.

VIOXX mengandung zat aktif rofecoxib, merupakan suatu senyawa antiinflamasi non steroid yang memiliki efek anti inflamasi, analgetik dan antipiretik. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin melalui penghambatan cyclooxygenase-2 (COX-2).

Pada kadar terapetik pada manusia, rofecoxib tidak menghambat isoenzim cyclooxygenase-1 (COX-1). Sejak tahun 1999, Vioxx telah dipasarkan di lebih dari 80 negara.

Di Indonesia produk ini mendapat persetujuan Izin Edar pada tahun 2001 setelah melalui proses evaluasi efikasi, keamanan dan mutu oleh Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ) Badan POM.

Indikasi yang disetujui adalah hanya untuk meringankan gejala osteoartritis (dosis 12,5-25 mg per hari), dan tidak untuk nyeri akut (dosis 25-50 mg per hari) sebagaimana di Inggris dan Amerika Serikat.

Evaluasi yang dilakukan tersebut berdasarkan data dari uji klinik Vioxx yang telah dilakukan sebelumnya. Kasus yang terjadi saat ini, belum terlihat jelas pada populasi peserta uji klinik yang lalu. Secara umum dapat disampaikan bahwa informasi keamanan terbaru dapat diperoleh pada populasi yang lebih luas. Namun demikian efek yang tidak diinginkan tidak akan terjadi bila obat tersebut memang memiliki potensi resiko rendah.

Uji klinik jangka panjang Vioxx (APPROVe) telah dilakukan untuk mengevaluasi kemanfaatan Vioxx 25 mg pada pencegahan kekambuhan polip kolorektal pada pasien dengan riwayat adenoma kolorektal.

Setelah 18 bulan pengobatan yang melibatkan 2600 pasien diperoleh bukti adanya peningkatan risiko kardiovaskular berupa serangan jantung dan stroke akibat kejadian thrombotik. Oleh karena itu studi yang telah dimulai tahun 2000 ini telah dihentikan lebih awal pada bulan September 2004 mengingat alasan keamanan.

Berdasarkan data-dari hasil uji klinik terakhir tersebut produsen segera menghentikan uji klinik dan melakukan penarikan secara serentak obat Vioxx di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Kepada pasien yang menggunakan produk ini dianjurkan untuk mengubungi dokter untuk mendapatkan terapi pengganti dan untuk melaporkan setiap kejadian yang mempengaruhi kondisi kesehatannya yang kemungkinan berhubungan dengan penggunaan obat ini.

Dalam kaitan ini, Badan POM akan terus melakukan upaya pemantauan keamanan produk beredar di Indonesia secara terus menerus dan melakukan tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka melindungi masyarakat. Untuk itu Badan POM telah mengeluarkan surat Pembekuan Izin Edar dan Penarikan Obat dari Peredaran kepada Industri yang bersangkutan tertanggal 1 Oktober 2004.

Mengapa refocoxib membawa risiko penjedalan darah?

Diawali tentang ditemukannya 2 isoform COX yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 bersifat konstitutif, artinya keberadaanya selalu tetap dan tidak dipengaruhi oleh adanya stimulus. Enzim ini mengkatalisis sintesis prostaglandin yang dibutuhkan oleh tubuh normal, termasuk untuk proteksi mukosa lambung.

Sedangkan COX-2 bersifat indusibel, artinya keberadaannya tergantung adanya induksi dari stimulus. Enzim ini meningkat ekspresinya pada kondisi inflamasi dan kanker, demikian enzim COX-2 yang terlibat dalam patofisiologi inflamasi.

NSAID yang tidak selektif dapat menghambat sintesis prostaglandin yang dibutuhkan tubuh untuk proteksi mukosa lambung, karena itu efek samping utama obat-obat NSAID adalah tukak lambung. Dari fakta ini, maka dikembangkan obat antiinflamasi yang lebih selektif sebagai penghambat COX-2, sehingga memiliki efek samping minimal pada lambung.

Namun demikian, perkembangan penelitian tentang obat golongan coxib ditemukan fakta baru bahwa walapun aman bagi lambung, obat-obat coxib meningkatkan risiko trombosis pada pasien-pasien dengan gangguan kardiovaskuler.

Diketahui bahwa tromboksan A2 merupakan eikosanoid yang menyebabkan agregasi platelet dan vasokonstriksi. Tromboksan A2 dihasilkan di platelet dengan katalisis oleh COX-1.

Platelet sendiri hanya mengekspresikan COX-1, sehingga adanya obat golongan coxib tidak menghambat pembentukan tromboksan A2. Di sisi lain, prostasiklin (PGI2) merupakan vasodilator dan inhibitor agregasi platelet, yang pembentukannya dikatalisis utamanya oleh COX-2.

Pada gambar A, situs pengikatan asam arakidonat untuk COX-1 (kiri) dan COX-2 (kanan), menggambarkan lokasi Arg120, yang membentuk ikatan ionik dengan gugus karboksil dari asam lemak, dan kantong hidrofobik. Selain itu, perhatikan perbedaan dalam asam amino pada posisi 523, yang isoleucine dalam COX-1 dan valin dalam COX-2, tidak satupun yang mempengaruhi pengikatan asam arakidonat.

Pada gambar B, COX inhibitor mengikat ke situs pengikatan asam arakidonat dicontohkan naproxen terikat COX-1 (kiri) dan celecoxib terikat COX-2 (kanan). Perbedaan dalam asam amino pada posisi 523, sebagian, untuk selektivitas coxib, dengan valin yang lebih kecil mengakomodasi pengikatan gugus sulfonamida di kantong samping.

Perbedaan ini berperan penting dalam spesifitas pengikatan obat-obat golongan coxib dan konformasi enzim COX yang terbentuk setelah terjadinya ikatan obat-enzim. Adanya valin-523 memberikan konformasi kantong pada sisi aktif COX-2 sehingga akses obat golongan coxib mudah dan ikatan obat golongan coxib komplemen dengan COX-2 tetapi tidak dengan COX-1.

Akibatnya, ikatan coxib spesifik pada COX-2 dan mengeblok masuknya substrat (asam arakidonat) ke dalam sisi aktif COX-2 dan asam arakidonat tidak dapat dimetabolisme oleh COX-2, akan tetapi masih dimetabolisme COX-1. Oleh karena itu, penghambatan COX-2 tidak menghentikan biosintesis prostaglandin (oleh COX-1) yang berperan dalam proteksi saluran gastrointestinal terhadap asam lambung.

Dengan penggunaan obat golongan coxib, akan terjadi ketidakseimbangan di mana sintesis prostasiklin berkurang, sementara tromboksan A2 yang membantu agregasi platelet tetap terbentuk. Hal inilah yang kemudian dapat meningkatkan risiko penjedalan darah (trombosis) pada pasien-pasien yang sudah memiliki riwayat gangguan kardiovaskular.

Daftar pustaka

Antman EM, DeMets D, Loscalzo J., 2005, Cyclooxygenase inhibition and cardiovascular risk, Circulation, 112(5):759-70.

Andersohn F, Suissa S, Garbe E., 2006, Use of first- and second-generation cyclooxygenase-2-selective nonsteroidal antiinflammatory drugs and risk of acute myocardial infarction, Circulation, 113(16):1950-7. Epub 2006 Apr 17.

Ikawati, Z., 2008, Pengantar Farmakologi Molekuler, UGM Press, Yogyakarta

One thought on “Mengapa rofecoxib ditarik dari pasaran?

Leave a comment