Kromatografi cair-vakum dalam skrining fitokimia


Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya.

Tumbuhan sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)

Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka seperti kebun, tepi sungai tanah kosong yang agak lembap atau dipekarangan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk laset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm. Bunga berbibir berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu,. Buah kapsul berbentuk jorong. Perbanyak dengan biji atau stek batang.

Klasifikasi tanaman:

Kingdom          : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom     : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio      : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio              : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Subkelas          : Asteridae

Ordo                : Scrophulariales

Familia : Acanthaceae

Genus               : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Nees

Sifat-sifat kimia yang dimiliki tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) antara lain rasa pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrgrafolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid, flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalium,kalsium, natrium). Asam kersik, damar. Flavonoid terbanyak diisolasi dari akar yaitu polimetatoksivaflavon, andrografin, pan, ikkulin. Mono-0-metilwhitin dan apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat  toksin).

Efek farmakologis yang dimiliki Andrographis paniculata Nees antara lain sebagai bakteriostatik pada Staphylococcus Aurcus, Pseudomonas aeruginosa. Proteus vulgaris, Shigella dysenteriae dan Escherichia Coli. Sambiloto juga efektif untuk pengobatan infeksi in vitro. Andrografoid menurunkan demam yang ditimbulkan oleh pemberian vaksin yang menyebabkan panas pada kelinci. Sedangkan andrografolid dapat mengakhiri kehamilan dan menghambat pertumbuhan trofosit plasenta. Dari segi farmakologi, sambiloto mempunyai efek muskarinik pada pembuluh darah, efek pada jantung iskenik, efek pada respirasi sel. Sifat kholeretik, anti inflamasi dan anti bakteri. Komponen aktifnya seperti coandrografolid, deoksiandrografolid dan 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid berkhasiat anti radang dan antipiretik.

Khasiat herba Andrographis paniculata Nees antara lain pada penyakit hepatitis, infeksi saluran empedu, disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru, malaria, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telingah tengah (OMA), radang usus buntu, sakit gigi, demam, kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus), TB paru, skrofulderma, batuk rejan (pertusis) sesak nafas, leptospirosis, darah tinggi, kusta, keracunan jamur, keracunan singking, keracunan tempe bongkrek, keracunan makanan laut. Kanker, penyakit trofoblas, kehamilan anggur (mola hidatidosa)  tumor paru.

Metodologi

Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Kolom G-3 diisi adsorben sampai setinggi 5 cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak. Campuran ini digerus sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam kolom G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup dengan kapas. Elusi diawali dengan pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat.

Sebanyak 50 gram sampel  Andrographis paniculata Nees yang telah berupa serbuk diekstraksi secara maserasi menggunakan 200 ml metanol di dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi karena ditinjau dari segi teksturnya yang lunak, selain itu juga untuk mencegah terjadinya kerusakan komponen kimia yang tidak tahan terhadap pemanasan. Penyari yang digunakan untuk mengekstraksi adalah metanol, karena metanol merupakan pelarut yang bersifat semi polar, dengan demikian methanol dapat menyari komponen-komponen kimia yang sifatnya polar maupun yang sifatnya non polar. Campuran tersebut lalu digojog kuat setiap 10 menit selama 1 jam setelah itu disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang didapatkan ditampung, dan ditambah 150 ml metanol kembali. Replikasi ini dilakukan sebanyak 2 kali.

Filtrat yang diperoleh diuapkan diatas cawan porselen di atas penangas air, hingga didapatkan volume filtrat 10 ml. Kemudian ambil sedikit cuplikan untuk dilakukan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan disimpan. Sisa dari cuplikan tersebut lalu ditambahkan 2 gram serbuk silika gel (adsorben) lalu diuapkan hingga kering. Dalam hal ini, bobot silika gel yang digunakan harus mempunyai bobot yang sama dengan ekstrak. Dengan demikian, silika gel tersebut akan tersalut ekstrak. Silica gel yang telah tersalut ekstrak harus diuapkan hingga benar-benar kering, karena jika tidak kering maka akan merusak proses pemisahannya. Silika gel yang telah tersalut ekstrak tersebut digerus sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam kolom G-3 sampai setinggi 5 cm kemudian diratakan dan dipadatkan dengan bantuan vakum. Kemudian di lapisan paling atas ditutup dengan kapas.

Sebelum vakum dijalankan, pelarut yang kepolarannya paling rendah dituangkan ke permukaan adsorben kemudian vakum dijalankan. Elusi diawali dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan (polaritas meningkat) dengan harapan bahwa komponen kimianya terelusi secara berurutan berdasarkan tingkat kepolarannya.. Oleh karena itu, Kromatografi Cair Vakum menggunakan tekanan yang rendah untuk meningkatkan lajua aliran fase gerak. Kolom dihisap perlahan-lahan ke dalam wadah penampung fraksi sampai kering dengan cara memvakumkannya.

Urutan pelarut yang digunakan adalah sebagai berikut:

Fraksi Pelarut Komposisi Volume (ml)
1 Heksana 100 100
2 Heksana-etil asetat 50:50 100
3 Etil asetat 100 100
4 Etil asetat-metanol 75:25 100
5 Etil asetat-metanol 50:50 100
6 Etil asetat-metanol 25:75 100
7 Metanol 100 100

Variasi fase gerak  ini digunakan untuk mendeteksi polaritas sampel. Karena dengan adanya variasi fase gerak maka akan menyebabkan perbedaan interaksi sampel yang terjerap dan hal ini akan menyebabkan perbedaan hasil dalam uji kualitatif dengan KLT nanti. Apabila senyawa sampel tersebut memilliki polaritas yang mendekati bahkan mirip dengan polaritas fase gerak, maka hal ini akan menyebabkan senyawa sampel banyak yang akan ikut teradsorpsi oleh fase gerak dan fase gerak yang ditampung tersebut akan banyak mengandung kandungan aktif sampel dan fase gerak tersebut cocok untuk melarutkan senyawa sampel tersebut ( hal inilah yang menyebabkan perbedaan variasi sampel saat dilakukan KLT ). Pelarut yang digunakan oleh kelompok kami adalah no.5 yaitu etil asetat-metanol (50:50).

Setiap fraksi hasil KCV ditampung kemudian dipekatkan untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan KLT. Analisis KLT dilakukan dengan menggunakan fase diam lempeng silica gel GF254 berukuran 7×10 cm untuk setiap fraksi dan fase gerak. Pada analisis KLT ini untuk setiap fraksi dibuat 6 spot yang akan dideteksi dengan menggunakan 6 macam pereaksi semprot. Deteksi hasil bercak hasil elusi dilakukan dengan dilihat dibawah sinar UV 254 nm, UV 366 nm, dan dengan 6 macam pereaksi semprot yaitu reagen FeCl3; 2,4-DNPH, Dragendorf, vanillin-asam sulfat, antimony (III) klorida, dan sitroborat.

Fase gerak yang digunakan pada sistem KLT adalah sebagai berikut:

Fraksi Fase gerak Komposisi
1-4 Heksana-Etil asetat 3:2
5-8 Kloroform-Metanol 7:3
9-10 BAW 3:1:1

Elusi dilakukan dengan fase gerak yang berbeda tiap fraksinya sampai mencapai batas akhir. Deteksi pertama adalah dengan sinar UV 366 nm dan 254 nm. Kemudian lempeng dibagi menjadi 6 bagian, dan tiap bagian disemprot dengan reagen : FeCl3, 2,4-DNPH, dragendorf, vanilin-asam sulfat dengan pemanasan 105°C selama 5 menit, antimon (III) klorida ( sebelum dan sesudah pemanasan 105°C selama 5 menit), dan sitroborat ( dideteksi pada sinar tampak dan sinar UV 366 nm.

Fungsi dari digunakannya pereaksi semprot ini adalah untuk uji kualitatif senyawa aktif sambiloto. Fungsi dari pereaksi semprot FeCl3 adalah untuk mendeteksi adanya gugus fenol pada tanin atau polifenolat, reaksi positif adanya senyawa ini adalah dengan terbentuknya kompleks berwarna biru, merah ungu, hijau, atau hitam kuat; pereaksi semprot dragendorf digunakan untuk mendeteksi komponen alkaloid, reaksi positif dari uji ini adalah dengan ditunjukkan warna coklat atau jingga-coklat dan merah-jingga dengan latar belakang kuning sampai kelabu; pereaksi semprot sitroborat digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa golongan flavonoid dari glikosida saponin reaksi positif ditunjukkan dengan berpendar di bawah sinar UV 366nm.

Pereaksi semprot Antimon (III) klorida digunakan untuk mendeteksi turunan terpen dari mono terpen sampai politerpen dan steroid, selain itu dapat juga digunakan untuk mendeteksi glikosida jantung, saponin, lisnogin. Reaksi positif dari uji ini ditunjukkan dengan bercak berwarna ungu atau coklat pada sinar tampak, apabila dibawah sinar UV 366 nm umumnya bercak berpendar ungu merah, biru, dan hijau.

Vanilin-asam sulfat dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa atsiri (terpenoid, fenol dan turunannya serta fenilpropan) dengan mekanisme abstraksi H+ sehingga terbentuk senyawa ikatan rangkap terkonjugasi, peristiwa ini tidak terjadi sekaligus tetapi satu persatu secara berurutan yang menyebabkan warnanya semakin lama semakin tidak stabil, dapat juga untuk mendeteksi senyawa saponin yang ditunjukkan dengan adanya bercak berwarna biru, violet biru atau terkadang berwarna kekuningn bila diamati pada sinar biasa.

Pereaksi semprot 2,4-DNPH dapat digunakan untuk mendeteksi secara kualitatif gugus karbonil  dari keton atau aldehid, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning. 2,4-NDPH tidak bereaksi dengan gugus karbonil pada asam karboksilat, amida, dan ester.

Hasil

Hasil analisis dengan KLT fraksi dari KCV untuk masing-masing fraksi adalah sebagai berikut.

1. Fraksi 1

Pada praktikum ini, kelompok kami mendapatkan bagian fraksi pertama yaitu fraksi heksana:etil asetat (60:40). Fraksi ini bersifat nonpolar sehingga senyawa-senyawa yang akan terlarut di dalamnya juga yang bersifat nonpolar. Serbuk yang di KCV berwarna hijau sehingga cairan atau fraksi yang didapatkan juga berwarna hijau tua.

Sitroborat adalah pereaksi untuk mengidentifikasi secara kualitatif adanya flavonoid. Jika positif maka akan berwarna kuning di sinar tampak dan berpendar di UV 366. Pada plat, tidak ada bercak yang berwarna kuning, tetapi terdapat bercak yang berpendar di UV 366 setelah di semprot sitroborat. Hal ini menunjukkan bahwa dimungkinkan adanya kandungan flavonoid pada fraksi ini. Fraksi yang terdapat pada fraksi ini diduga merupakan flavonoid dalam bentuk bebas dan bukan dalam bentuk glikosidanya karena tersari oleh fase gerak dari KCV yang relatif nonpolar yaitu heksana-etil asetat (60:40). Jika dalam bentuk glikosida akan bersifat polar dan akan tersari dengan pelarut polar (like dissolve like). Sedangkan pada sinar tampak, tidak terlihat warna kuning karena mungkin konsentrasi flavonoidnya sedikit sehingga bercaknya sangat tipis.

2. Fraksi 2

Dengan hasil ini diketahui bahwa ada satu bercak dimungkinkan mengandung tannin atau senyawa fenolik lainnya karena berwarna orange dibawah UV 366. Selain itu juga positif terhadap  pereaksi semprot dragendroff, 2,4-DNPH, SbCl3, Vanilin H2SO4, dan sitroborat. Dengan demikian fraksi kedua mengandung alkaloid, senyawa nitrogen heterosiklik, atau amina kuartener, gugus keto atau aldehid, turunan terpena (monoterpen hingga politerpen, steroid), senyawa minyak atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana, dan fenol), senyawa 3’,4’-dihidroksi flavon dan 3’,4’-dihidroksi flavonol.

3. Fraksi 3

Hasil KLT:

Pereaksi Rf Warna Bercak Hasil
Tampak 254 366
FeCl3 0.13 Biru
0.5 Biru
Dragendorf 0.13 Pemadaman Biru
0.23 Orange
0.5 Pemadaman Biru
0.96 Orange
2,4-DNPH 0.13 Pemadaman Biru
0.23 Orange
0.5 Pemadaman Biru
0.96 Orange
SbCl3 0.13 Pemadaman Biru +
0.23 Orange
0.5 Pemadaman Biru +
0.96 Orange
Vanilin-H2SO4 0.13 Pemadaman Biru
0.23 Orange
0.5 Pemadaman Biru
0.96 Orange
Sitroborat 0.13 Pemadaman Biru +
0.23 Hitam Orange +
0.5 Pemadaman Biru +
0.96 Orange +

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada fraksi dua memberikan reaksi positif pada senyawa flavonoid dan glikosida saponin serta turunan terpen dari monoterpen sampai politerpen dan steroid.

4. Fraksi 4

Fraksi 4 dielusi dengan fase gerak kloroform-metanol (7:3) dan pelarut etil asetat-metanol (75:25). Setelah elusi, terlihat spot berwarna hijau tua dengan Rf 0.9615. Spot ini menyebabkan peredaman berwarna hijau di bawah UV 254 dan berflouresensi ungu di bawah UV 366 dengan Rf yang sama.

Fraksi 4 bereaksi positif dengan pereaksi FeCl3 karena munculnya bercak hijau. Artinya fraksi 4 mengandung gugus fenol dari tanin atau polifenat. Namun fraksi 4 ini bereaksi negatif dengan pereaksi lain. Sebenarnya fraksi 4 berfluoresensi merah di bawah UV 366 dengan pereaksi SbCl3 (reaksi positif) tetapi tidak berwarna coklat atau ungu pada sinar tampak seperti yang seharusnya terjadi jika reaksi SbCl3 positif. Jadi kemungkinan fraksi 4 mengandung terpen dan turunannya (monoterpen hingga politerpen dan streroid) tapi hal ini tidak dapat dipastikan karena seharusnya muncul warna ungu atau coklat pada sinar tampak. Kemungkinan memang ada kandungan terpen atau turunannya dalam fraksi 4 tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga tidak ada warna ungu atau hijau pada sinar tampak, atau pada fraksi 4 terdapat senyawa yang berfluoresensi merah seperti terpen dan turunannya tetapi sebenarnya senyawa tersebut bukan terpen, hanya saja sama-sama berfluoresensi merah setelah disemprot dengan SbCl3 seperti terpen. Karena pelarut yang digunakan tidak terlalu polar, maka senyawa nonpolar masih bisa ditemukan dalam fraksi 4 tetapi jumlahnya tidak banyak karena sudah terlarut dalam fraksi-fraksi sebelumnya yang lebih nonpolar.

5. Fraksi 5

Pada percobaan ini, kelompok kami mendapat fraksi kelima yang menggunakan pelarut pada KCV etil asetat-metanol (25:75). Pelarut tersebut relatif bersifat polar dibandingkan pelarut-pelarut sebelumnya, sehingga senyawa yang tersari dari sampel sambiloto adalah senyawa-senyawa yang bersifat polar. Fraksi yang diperoleh kemudian dipekatkan dan dilakukan KLT dengan fase gerak Kloroform-Metanol (7:3). Fase gerak ini bersifat nonpolar, sehingga senyawa yang bersifat polar akan tertahan dalam fase gerak silika gel yang bersifat polar, sedangkan senyawa nonpolar akan terelusi bersama fase gerak. Dari hasil KLT hanya diperoleh satu bercak saja dengan nilai Rf 1. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi kelima ini kemungkinan adalah senyawa yang nonpolar. Akan tetapi bercak yang dihasilkan hanya satu, jadi kemungkinan senyawa yang terkandung dalam sambiloto telah tersari pada fraksi-fraksi sebelumnya yang menggunakan pelarut yang lebih nonpolar.

Bercak tersebut terlihat berfluorosensi hijau dibawah UV 366 dan mengalami peredaman fluorosensi di bawah UV 254. Setelah disemprot dengan pereaksi semprot FeCl3, 2,4-DNPH, dragendorf, vanilin-asam sulfat dengan pemanasan 105°C selama 5 menit, SbCl3, dan sitroborat sama sekali tidak menunjukkan perubahan. Dalam hal ini bercak mengalami pemadaman pada UV 254 dan berfluorosensi hijau pada UV 366.

Reaksi dengan pereaksi semprot FeCl3 adalah positif, terbukti dengan terbentuknya kompleks berwarna hijau ketika dilihat dibawah UV 366. Hal ini menunjukkan adanya gugus fenol pada tanin atau polifenolat. Reaksi dengan pereaksi semprot dragendorf menunjukkan hasil negatif dengan tidak terbentuknya warna coklat atau jingga-coklat. Hal ini menunjukkan tidak adanya senyawa alkaloid dalam fraksi kelima ini. Reaksi dengan pereaksi semprot sitroborat positif ditunjukkan dengan berpendar hijau di bawah sinar UV 366 yang menunjukkan keberadaan senyawa golongan flavonoid. Dengan pereaksi semprot SbCl3 reaksi positif dibawah sinar UV 366, bercak berpendar hijau yang menunjukkan adanya senyawa terpen dan turunannya. Sedangkan dengan pereaski semprot Vanilin H2SO4  bereaksi negatif yang menunjukkan tidak adanya senyawa minyak atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana, dan fenol). Sedangkan dengan pereaksi semprot 2,4-DNPH bereaksi negatif, yang menunjukkan tidak adanya gugus karbonil dari keton atau aldehid. Dari hasil KLT tersebut dapat disimpulkan bahwa kemungkinan dalam fraksi kelima dari ekstrak sambiloto ini mengandung senyawa fenolat atau polifenol, flavonoid, turunan terpen, akan tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid, senyawa atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana, dan fenol), dan gugus karbonil dari keton atau aldehid.

6. Fraksi 6

Pada filtrat fraksi 6 yang didapatkan, kemungkinan tinggal sedikit senyawa fenolik yang ada. Jika terdapat senyawa fenolik, maka akan terjadi tailing saat dielusi dan dapat dilihat di bawah sinar UV. Apalagi, pada percobaan, penguapan dilakukan dengan panas dengan dialiri udara dengan kipas angin. Maka, fenolik akan teroksidasi dan membentuk mulai dari difenol samapi polifenol dan menyebabkan tailing. Dari semua pereaksi semprot yang digunakan, hanya didapati bercak pada penyemprotan dengan reagen sitroborat, yaitu bercak fluoresensi ungu muda, baik pada UV 254 nm maupun 366 nm dengan Rf 0.0641. Warna ini tidak menunjukkan hasil positif untuk reagen sitroborat, maka tidak terdapat senyawa metabolit yang dapat terdeteksi oleh sistem yang digunakan pada fraksi 6. Tidak didapatkannya bercak yang pasti nyata mungkin terjadi karena senyawa metabolit telah banyak larut di fase nonpolar. Sedangkan untuk metabolit polar, fase gerak yang digunakan masih kurang polar (kuat) untuk mengelusi. Dimungkinkan, metabolit polar akan larut di metanol murni pada fraksinasi kelompok terakhir (fraksi 7). Kemungkinan lain adalah didapatkannya hasil negatif palsu akibat kurang pekatnya fraksi yang dielusi pada KLT, sehingga keberadaan senyawa tersebut secara kualitatif tidak terdeteksi.

7. Fraksi 7

Dari percobaan, didapat data sebelum disemprot pada pengamatan dengan sinar tampak, hasil elusi menghasilkan warna hijau kecoklatan. Pada pengamatan pada UV 254 nm pun tidak tampak adanya bercak di ke enam totolan pada plat KLT. Sedangkan pada pengamatan di bawah sinar UV 366 nm, tampak adanya peredaman bercak yang berjarak 2 cm dari totolan awal. Semua totolan (6 totolan) memiliki bercak dengan Rf yang sama yaitu 0,25.

Setelah disemprot, pada sinar tampak tidak tampak bercak di sepanjang plat KLT. Dari ke enam totolan tidak ada bercak yang dihasilkan. Pada pengamatan pada UV 254 nm pun tidak tampak adanya bercak di ke enam totolan pada plat KLT baik sebelum atau sesudah dilakukan pemanasan pada pereaksi semprot yang membutuhkan pemanasan. Sedangkan pada pengamatan di bawah sinar UV 366 nm, tampak adanya peredaman bercak yang berjarak 2 cm dari totolan awal pada bagian yang disemprot dengan pereaksi semprot sitroborat. Rf dari bercak tersebut adalah 0,25. Adanya peredaman ini, menunjukkan tidak adanya kandungan flavonoid dalam sampel uji (ekstrak daun sambiloto).

Pada proses fraksinasi, pelarut yang digunakan adalah metanol dengan komposisi 100%. Dari semua komposisi pelarut yang digunakan, komposisi metanol 100% merupakan pelarut yang paling polar. Fraksi yang didapat merupakan hasil fraksinasi yang paling akhir. Karena pelarut yang digunakan merupakan pelarut yang paling polar, maka senyawa-senyawa yang polar yang akan terfraksinasi. Namun, hasil percobaan yang kurang memuaskan yaitu hanya keberadaan flavonid saja yang teridentifikasi mungkin disebabkan karena fraksi metanol yang di dapat merupakan fraksi terakhir sehingga, senyawa-senyawa polar yang terkandung banyak yang telah terfraksinasi pada pelarut-pelarut sebelumnya. Selain itu, senyawa-senyawa nonpolar juga tidak atau sedikit sekali yang terfraksinasi karena pelarut yang digunakan bersifat polar.

Dari hasil diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

FRAKSI FeCl3 Dragendorf 2,4-DNPH SbCl3 Vanilin-H2SO4 Sitroborat
1 + + +
2 + + + + + +
3 + +
4 +
5 + + +
6
7

 

Dengan demikian berdasarkan skrinning fitokimia yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa secara umum tanaman sambiloto mengandung tanin atau senyawa polifenolat yang mengandung gugus fenol. Sambiloto juga mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, serta senyawa terpenoid dan turunannya yang bersifat nonpolar karena hanya terlarut pada fraksi awal hasil KCV dimana pelarut-pelarut yang digunakan relatif bersifat nonpolar.

Kesimpulan

  1. Pelarut yang digunakan pada KCV untukm fraksinasi dari fraksi kelima adalah etil asetat-metanol (25:75) yang relatif bersifat polar.
  2. Fraksi kelima bereaksi positif terhadap pereaksi semprot FeCl3, SbCl3, dan sitroborat. Akan tetapi bereaksi negatif terhadap pereaksi semprot Dragendorff, 2,4-DNPH, dan Vanilin-H2SO4
  3. Berdasar hasil KLT pada fraksi kelima terkandung senyawa fenolat atau polifenol, flavonoid, turunan terpen, akan tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid, senyawa atsiri (terpenoid, turunan fenilpropana, dan fenol), dan gugus karbonil dari keton atau aldehid.
  4. Secara umum hasil KCV daun sambiloto menunjukkan bahwa daun sambiloto mengandung senyawa-senyawa yang sifatnya relatif nonpolar karena senyawa-senyawa tersebut lebih terlarut pada fraksi-fraksi awal dimana pelarut yang digunakan mempunyai sifat nonpolar.
  5. Berdasarkan percobaan, daun sambiloto secara umum mengandung senyawa tanin atau senyawa polifenolat yang mengandung gugus fenol, senyawa terpenoid dan turunannya, senyawa flavonoid, serta alkaloid.

Daftar Pustaka

http://www.erowid.org/archive/rhodium/chemistry/equipment/dry-column.vacuum.chromatography.html

Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, diterjemahkan oleh Dr. Kosasih Patmawinata dan Dr. Iwang Soediro, ITB, Bandung.

Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB : Bandung.

Wagner H.,S. Bladt and EM. Zgainski, 1984, Plant Drugs Analysis., Springer-Verlag., Berlin

Oleh: Alwi Isnandar, Tedo Haris Candra, Aditya Wardhana (file nemu di komputer ccrc, terus tak upload deh)

6 thoughts on “Kromatografi cair-vakum dalam skrining fitokimia

  1. lengkap banget tentang sambilotonya, dari dulu saya udah pakai sambiloto buat obat, kayak sakit perut sampe obat alergi terbukti memang berkhasiat. istri saya juga kalo alergi minum sambiloto tapi dalam bentuk kapsul. supaya ga terasa pahit.
    izin ambil referensi ya Mas.

Leave a reply to ericstrins Cancel reply